Mengapa
kita perlu memaknai ulang arti tempat sampah? Apakah hal ini sangatlah
urgent? Lalu, apa tujuan dari memaknai ulang arti tempat sampah?
Ya..
Mungkin begitulah pertanyaan yang pantas untuk menanggapi judul di atas.
Memang
hal ini terkesan konyol dan buang-buang waktu. Untuk apa kita mengkaji
ulang makna tempat sampah? Toh artinya juga tempat untuk membuang
sampah. Saya pribadi memang menyadari bahwa tempat sampah adalah tempat
untuk membuang sampah, tapi saya memiliki cara pandang baru dalam
memaknai tempat sampah ini. Jarang ada orang yang memiliki pemikiran
bahwa sebenarnya tempat sampah bukanlah tempat untuk membuang sampah.
Pemikiran
ini saya dapati pada saat duduk melamun di sebuah gazebo. Yang
kebetulan di depan gazebo terdapat bermacam-macam tempat sampah. Mulai
dari tempat sampah organik, anorganik, dan botol kaca.
Cukup
lama saya memandangi tempat sampah itu, hingga pada akhirnya ada
seseorang yang datang menghampiri tempat sampah tersebut, lalu ia membuang
sampah plastik. Kelihatannya hal ini cukup normal dan tidak ada
peraturan yang dilanggar oleh seseorang tersebut. Namun, siapa sangka
setelah saya melihat, mengamati dan menganalisis aktivitas seseorang
yang membuang sampah tadi, ternyata saya mendapati sebuah jawaban bahwa
membuang sampah pada tempat sampah sebenarnya hanyalah memindahkan
sampah dari satu tempat ke tempat yang lain. Atau bahasa mudahnya adalah
memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kita
semua sepakat bahwa sampah adalah masalah. Masalah bagi kelangsungan
hidup manusia, hewan dan alam. Persoalan sampah ini tidak pernah selesai
dari tahun ke tahun. Bahkan cenderung bertambah dan terus bertambah.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penumpukan sampah yang semakin tinggi
di tempat-tempat pembuangan akhir. Misalnya seperti yang ada di TPA
Bantargebang (Bekasi), TPA Putri Cempo (Solo), TPA Degayu (Lamongan),
TPA Randukuning (Batang), TPA Jalupang (Karawang), TPA Pasuruhan
(Magelang), TPA Mrican (Ponorogo) dan masih banyak lagi.
Mengutip
dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), jumlah timbulan sampah tahunan Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton
pada 2021. Sedangkan menurut Dataindonesia.id, mayoritas sampah Indonesia berasal dari sampah rumah tangga di tahun 2022.
Dengan
kondisi yang overload seperti ini, tentu kita harus mencari akar
masalahnya dari mana. Jika kita menyalahkan TPA rasanya kurang pas, karena
TPA hanyalah tempat akhir dari pembuangan sampah. Maka yang perlu kita
lakukan adalah menganalisis ulang sampah itu berasal dari mana.
Hal
ini sejalan dengan pemikiran saya yang menyatakan bahwa membuang sampah
pada tempat sampah hanyalah memindahkan sampah dari satu tempat ke
tempat yang lain. Maka slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" saya kira
sudah tidak relevan lagi dengan kondisi TPA yang sudah overload di
setiap daerah. Slogan yang tepat untuk kondisi saat ini adalah "Gotong
royonglah membuat gunung sampah".
Untuk
menyelesaikan permasalahan sampah ini tentu membutuhkan banyak pihak
seperti pemerintah, perusahaan, warga masyarakat dan sekolah. Tanpa
adanya kerjasama, maka persoalan ini tak akan pernah selesai.
Misalnya,
tugas pemerintah adalah membuat kebijakan mengurangi sampah plastik
dengan melarang penggunaan plastik di setiap mall, pasar, toko swalayan,
dsb. Apabila melanggar maka akan di denda. Selain itu, pemerintah yang
diwakili oleh Dinas Lingkungan Hidup juga bisa melakukan sosialisasi
sekaligus gerakan kebersihan di tingkat desa hingga warga masyarakat
paham betul cara mengelola sampah dengan baik. Atau pemerintah juga bisa
melakukan study ke luar negeri untuk menimba ilmu cara mengelola sampah
ke negara-negara yang sudah terbebas dari sampah atau dalam tahap mengelola
sampah yang lebih maju.
Kemudian untuk
tugas perusahaan adalah membuat shelter pengelolaan limbah. Apabila
perusahaan menghasilkan produk plastik, maka produk tersebut wajib
diberi watermark perusahaan agar pada saat plastik itu sampai ke tangan
masyarakat, masyarakat akan mengumpulkan plastik itu dan biarlah petugas
perusahaan yang mengambil plastiknya kembali untuk didaur ulang dan
sebagainya.
Tugas warga
masyarakat adalah memilah sampah organik dan anorganik. Jika sampah
organik maka yang dilakukan adalah mengolahnya menjadi pupuk kompos atau
yang lainnya. Sedangkan untuk sampah anorganik, dikumpulkan agar diambil oleh petugas
DLH untuk didaur ulang.
Tugas
sekolah adalah aktif sosialisasi kepada seluruh siswa untuk mengolah
sampah mulai sejak kanak-kanak. Mulai dari memilah sampah sampai ke
pengelolaannya.
Tugas-tugas
di atas hanyalah gambaran sederhana saja mengenai pengelolaan sampah.
Sekaligus sedikit masukan dari saya pribadi untuk semuanya.
Penulis : Isra Yuwana
Editor : Tim Darani/LF
Tidak ada komentar: